Tahun 1932
Sejarah Taman Nasional Kutai
diawali ketika seorang ahli pertambangan
berkebangsaan Belanda yang
bekerja pada The Royal Batavian Oil Company (BPM), Ir. H Witcamp mengusulkan kawasan sebagai
“wildreservaat East Kutai” seluas kurang
lebih 2 juta hektar dengan batas-batas alam pada tahun 1932 . Batas alam tersebut antara lain bagian selatan dibatasi oleh Sungai Mahakam,
di bagian Timur di batasi oleh Selat makasar sampai sangkulirang, dibagian Utara dibatasi oleh Sungai Karangan
dan Miau,dan disebelah barat dibatasi oleh sungai Wahau, Telen dan Kedang.
Tahun 1934
Pemerintah Hindia
Belanda menetapkan kawasan ini sebagai
“ Forestry Reserve” dengan SK (GB) No 3843/Z/1934 dengan luas 2.000.000
hektar.
Tahun
1936
Pada 10 Juli 1936 Sultan Kutai
mengesahkan kawasan ini dengan keluarnya
surat Keputusan Zelfbestuurs
Besluit no 80-82 yang disetujui oleh Resident di Banjarmasin tanggal 25
july 1936 dengan luas 306.000 ha. Adapun batas-batasnya adalah di bagian Timur
dibatasi oleh Selat makasar, di sebelah utara dibatasi oleh Sungai Sangata
sampai titik dekat hulu sungai dan mengikuti garis kearah barat sejauh kurang
lebih 22,5 Kilometer sampai titik yang
ditentukan. Sebelah barat dibatasi dengan menghubungkan titik dari batas
sebelah ke titik di sungai Sedulang.
Batas sebelah selatan adalah dari titik sebelah barat mengikuti sungai Sedulang dan Sungai Santan kearah timur sampai Laut .
Tahun
1957
Menteri Pertanian
selanjutnya memberikan persetujuan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No
110/UN/1957 tanggal 14 Juni 1957 untuk kawasan ini dengan nama Suaka Margasatwa Kutai seluas 306.000
hektar
Tahun
1969
Pada
tahun 1969 luas kawasan suaka margasatwa
kutai yang asli dikurangi 100.000 hektar pada daerah pantai dan dimanfaatkan
untuk eksplotasi minyak bumi dan penebangan kayu. Sewaktu kawasan yang luas ini
telah ditebang, 60.000 hektar hutan dibagian selatan diserahkan kepada PT Kayu
Mas dengan persetujuan konsesi. Pada
tahun 1971 Kawasan pantai dengan luas
100.000 hektar yang telah ditebang selanjutnya diserahkan lagi pada Suaka margasatwa kutai sebagai ganti
berkurangnya kawasan dibagian selatan dengan adanya surat keputusan Menteri
Pertanian No 280/Kpts/Um/6/1971 tanggal
23 Juni 1971, luas Suaka Margasatwa kutai
berkurang menjadi 200.000 hektar.
Tahun
1974
BIOTROP melakukan
survey lapangan dan berkesimpulan agar dilakukan tata batas ulang untuk melepaskan hutan yang rusak disebelah
timur akibat penebangan .
Tahun
1979
Cockburn dan
Sumardja tahun 1979 mengusulkan untuk melindungi habitat dan hidupan liar dalam
kawasan supaya statusnya dinaikan dari Suaka Margasatwa menjadi Cagar alam (
Nature Reserve) yang tertuang dalam Usulan Rencana Pengelolaan Cagar Alam Kutai
Kalimantan timur.
Di tahun yang sama ,
Direktorat Bina Program melakukan
tatabatas dilapangan ( dilakukan pada bulan juni-juli 1979) dan kemudian memetakannya berdasarkan pada
status yang ditetapkan Menteri Pertanian tahun 1971.
Tahun
1981
Mc Kinnon dan BudiArta ( Mei 1981) menyarankan agar
usulan Cockburn dan Sumarja (1979) segera direalisasikan mengingat kawasan
sudah tidak layak untuk Suaka margasatwa akibat kerusakan di zona pantai
sebelah timur dan sudah tidak ditemukan lagi populasi Badak
Tahun
1982
Pada Tahun 1982 dalam Kongres Taman Nasional Sedunia
yang ke 3 di Bali 14 oktober, Menteri Pertanian mengumunkan 11 calon taman
nasional baru. Salah satunya adalah Taman Nasional Kutai yang berada
pada urutan ke 8 adalah dengan luas 200.000 hektar.
Tahun
1982
Tahun 1982-1983 terjadi kebakaran besar merusak 3,5 juta hektar hutan
Kalimantan, setengah dari kawasan hutan Suaka
Margasatwa Kutai ikut terbakar.
Tahun
1983
Pada
tahun 1983-1985, Nengah Wirawan
melakukan Studi lapangan dan mengusulkan batas baru dan merevisi Rencana Pengelolaan. Luas kawasan yang diusulkan adalah 320.000
hektar dengan batas alam (physiographic)
yaitu sebelah utara dibatasai sungai Sangata, sebelah timur dibatasi garis
pantai, sebelah barat dibatas sungai menamang kiri dan sebelah selatan dibatasi
oleh sungai Santan.
Tahun
1990
Menteri Pekerjaan Umum mendapat persetujuan prinsip rencana pembangunan
Jalan Bontang – Sangatta – Muara Lembak yang melintasi Suaka Margasatwa Kutai
dengan surat persetujuan dari Menteri KehutananNomor : 70/Menhut- VI/1990
tanggal 7 Pebruari 1990, setahun kemudian di tandatangani Pinjam Pakai Kawasan antara Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kehutanan dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum
Propinsi Kalimantan Timur dengan Surat Nomor
: 19/Menhut-II/1991 tanggal 7 Januari 1991
Tahun 1991
Kawasan Suaka Margasatwa Kutai dilepaskan seluas
1,371 hektar untuk perluasan Kota Bontang dan ekpansi PT. Pupuk Kaltim dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/Kpts-XX/1991 Tanggal 22 Juli 1991.
Tahun 1992
Disusun Rencana
Pengambangan Tn Kutai
Tahun
1995
Pada tahun 1995 ,ditandatangani Perjanjian pinjam pakai kawasan hutan untuk Pemboran Sumur Eksploitasi
di dalam Kawasan Suaka Marga Satwa Kutai, Kabupaten Dati II Kutai, Propinsi
Dati I Kalimantan Timur seluas 8, 75 ha jangka waktu 5 tahun antara Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
Propinsi Kalimantan Timur dengan Pertamina Operasi Produksi EP Sangatta dengan
surat perjanjian Nomor 016/KWL/PTGH-3/1995 tanggal 16 Maret 1995.
Setahun kemudian terbit Perjanjian pinjam pakai
kawasan hutan untuk kegiatan Eksploitasi Operasi 4 Sumur Pengembangan untuk
jangka waktu 5 tahun mulai tanggal 12 Desember 1996 sampai dengan 12 Desember
2001, tanggal 12 Desember 1996 seluas 11, 5697 ha antara Kantor Wilayah Departemen
Kehutanan dengan Pertamina Operasi Produksi EP Sangatta
Di tahun 1995
juga , Menteri Kehutanan merubah fungsi
Suaka Margasatwa Kutai menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional
Kutai ( TN Kutai) dengan luas 198.629
hektar dengan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 325/Kpts-II/1995 Tanggal 29 Juni 1995
Tahun 1997
Pada tahun 1997, Gubernur Kalimantan
Timur menetapkan 3 desa dalam kawasan TN Kutai sebagai desa definitive yaitu
desa Teluk Pandan, Sangkima dan Sangata Selatan dengan surat Keputusan No. 06 Tahun 1997 tanggal 30 April 1997
Di tahun yang sama , Menteri Kehutanan merubah
sebagian kawasan Taman Nasional Kutai kutai seluas + 25 hektar menjadi kawasan hutan produksi yang dapat
dikonversi kemudian menyetujui pelepasan kawasan hutan seluas + 25
hektar tadi untuk pembangunan perumahan Lok Tuan dalam rangka perluasan kota
administrative Bontang dengan surat
Surat Keputusan No. 997/Menhut-VII/1997 tanggal 21 Juli 1997
Pada tahun 1997-1998 , Terjadi kebakaran hutan besar
di seluruh Kalimantan setelah kemarau panjang
(elnino) yang menurut laporan
GTZ yang menghanguskan sekitar 90%
kawasan Taman Nasional Kutai .
Tahun
1999
Pada tahun 1999,
Gubernur Kalimantan Timur
memekarkan desa Sangata Selatan menjadi Singa Geweh dan Sangatta Selatan
dengan Surat Keputusan gubernur Kalimantan Timur No. 410.44/K.452/1999
Tahun 1999 terbit juga Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan
Hutan Tanpa Kompensasi antara Kantor Wilayah Departemen
Kehutanan dan Perkebunan dengan PT. PLN (Persero) Wilayah VI Banjarbaru untuk Pembangunan Jaringan
Listrik Interkoneksi Tegangan Menengah 20 KV untuk jangka waktu 5 tahun mulai
tanggal 9 November 1999 sampai dengan 9 November 2004, antara dengan surat Nomor
4486/KWL/PTGH-3/1999 tanggal 9 Nopember 1999
Tahun 2000
Pada tahun 2000,
Diusulkan batas enclave untuk 3 desa definitive dengan luas 15.000 hektar dan disetujui oleh
Direktorat Jenderal Pelestarian dan Konservasi Alam (PKA) dan menunjuk SEKKAB
Kutai Timur sebagai pelaksana tata batas enclave. Enclave dimaksud statusnya
masih dalam pengelolaan Taman National Kutai
Tahun 2001
Pada
tahun 2001 , Luas enclave bertambah dari usulan 15.000 hektar menjadi 23.712
hektar setelah dilakukan tatabatas.Tim tatabatas enclave kekurangan dana sehingga tatabatas enclave desa Teluk pandan belum selesai, baru pada tatabatas
sementara.
Tahun
2002
Pada
tahun 2002, Bupati Kutai Timur memohon Kepada Menteri Kehutanan untuk
menerbitkan rekomendasi atas wilayah enclave untuk dikelola dengan Peraturan
daerah/ perda Kab kutai timur, Namun Menteri kehutanan tidak dapat mengabulkan
permohonan tersebut dan menegaskan bahwa Departemen Kehutanan tidak bermaksud
melepaskan kawasan enclave dari Taman
Nasional Kutai.
Tahun
2005
Tahun 2005, Bupati Kutai Timur menentapkan 3 desa
dalam kawasan TN Kutai yang masuk wilayah kecamatan Teluk Pandan sebagai desa
definitif yaitu : Desa Kandolo, Martadinata, dan Teluk Singkama dengan total
luas 12.403 hektar.
Tahun 2006
Pada tahun 2006,
Menteri Kehutanan mengizinkan
tata batas enclave desa Teluk Pandan
dilanjutkan dan membentuk tim percepatan
permasalahan TN Kutai
Tahun
2007
Pada tahun 2007, tim Percepatan
Penyelesaian Masalah TN, Kutai diubah menjadi tim terpadu Percepatan
penyelesaian Masalah TN Kutai. Disaat tim sedang bekerja, sekelompok masyarakat
dari etnis Dayak dan Kutai merambah kawasan di kanan kiri jalan Poros
Bontang – Sangata sepanjang kurang lebih
10 km di luar wilayah rencana enclave.
Luas daerah yang dirambah diperkirakan
lebih dari 600 hektar
No comments:
Post a Comment